Wednesday, January 7, 2009

Sajak sajak 2007

Rumahku

dari pertigaan yang gelisah itu
jalan menurun menuju sungai,
bila langkah menengok kiri
lalu satu kilo aspal retak dan sunyi
pikiran kosong jiwa tercekat,
temui sebangunan coklat
tersipu di rimbun pepohonan muda
siap menyapa boleh siapa, “mangga”
juga jambu, rambutan, lidah buaya
di ketika lembah, pamulang tak berdaya
atapnya merah kekar, laik pria setengah baya
kayunya rapuk berselimut semen empuk.

tiga lelaki duduk seperempuan terkantuk
tiada radio juga kabar keluarga
sebuah risiko satu rumah tak bertetangga.
di sini sejarah, harapan, serapah,
rasa kasih, mayat kucing,
dan kuntilanak di beranda
menguap jadi CO2.
hingga subuh dan jama’ah tak khusyuk
langit tuhan kami peluk, merunduk:
tiga lelaki terduduk seperempuan terkantuk.

bulan kuning bukan lagi sore
rumah yang goyah di angin lembah
tanpa senyum matanya sepi
dua kakinya menari.


2007

KAMAR TAMUKU

sejak pintu meranti
secoklat cat tahan api
lalu puzzle ubin susu 9 m²
lukisan abstrak, kaku dan sepi
rotan melingkar di tiga kursi
bukan kekasih, ia menanti
sampai mati.
tak ada apa tanpa siapa
tak ada siapa tanpa sapa
tiada tuan tanpa tamu yang sopan
tiada katakata kecuali lupa,
maka meranti pintu berderik
di lewat larut jangkerik mengerik.
bila kau datang
utusan tujuh langit,
mereguk kopi dan sebutir kurma
penghuni yang karma,
maka ketuklah pintu tak perlu
di kubus remang itu rindu melulu.
kau bertuan
aku bertamu
begitu
selalu.

2007-10-04

TOILETKU

sesungguhnya ia persis di tengah
seperti ia menadah tumpah
semua sampah kenikmatan tengah.
dengan porselen putih
kran hitam yang letih
dua-tiga datang sehari
membuang semua yang tak dimaui
tapi, ia memeliharanya
mengubah dan menghidupkannya
selaik asal-usulnya
yang memberi sedap di lidah
harum di cium
atau ketololan
di kelaminnya.

tolong tutup tirai itu,
ada yang sedang mengejan
perasaan busuk dan hati lapuk
perkawinan kecut dan terpuruk
dan dengar jatuhnya,
kuat, berat, tenggelam seketika.

kuhela O2 hingga atap terbuka
aahh...
langit kotak senyumnya tawa
kepalaku bening hati hampa
“istriku...istriku...”
mataku menghujam kangen
berabad menunggu

(tapi wajahnya datar
saat keluar
dengan handuk berkibar)



2007

DAPURKU

kini ciumlah segera
bukan asap pembakaran
cabe busuk di keranjang
atau serapah belanja yang kurang,
tapi ritus lucu tiap hari
tiga perut kosong lelaki
melingkar mahoni hitam berkaki.

piring berdentang tak bunyi
bagai harapan dingin dan sunyi
bukan soal rizki
atau segantang nasi,
bukan hidup yang dicari
atau diri yang diisi
bukan juga Kau karena memberi
atau Kau menjelma kami

tapi kuah sup pahit ini
seteguk air kali
dan senyum setubuh istri,
melempar lapar
memisau risau
dan sembah sajadah
tiga lelaki menjatuhkan hati
di mahoni dengan 4 kaki.

maka bila kau singgah
lewati tengah tanpa jengah
ke ruang berasap ini,
karena kami sanak menanti
siapa yang hilang diri
dan ingin sebutir nasi.

2007

KANTORKU

cuma 1 X 1,5 m² saja
terhimpit almari dan jendela
tumpukan kertas, alat tulis,
bukubuku, rasa cemas,
mesin ketik, kretek, dan kopi
hingga larut pagi.

tak perlu cari apa di sini
melulu keringat katakata
beberapa data segudang fantasi
sedikit slogan selebihnya dusta.

tak ada musik bila kaumau
desah malam plus jantung terengah
jadi melodi
hidup yang gerak, dalam diam
hidup mesin di otak, di hati bungkam.

keranjang sampah di kaki
terlalu sempit untuk bukubuku.
dan derit subuh yang mengendap
jadi alarm sepimati.
segala sirna, tinggal cahaya
di embun ufuk pertama.

dan sebelum subuh ditabuh
kantorku pulas jiwa tiada
kecuali A@ku.

2007

LOTENGKU

jangan coba memanjat!
tak ada tangga juga pijakan
lotengku mengeram di semua ruang
aku cuma aku silakan datang
tak tetirah bukan bertandang
tapi menyimpan diriku
dalam sudutsudut remang
gelantar kayu keropos
atau di selempit debu tebal
sejarah manusia bebal.

jangan berharap masuk, sobat
pengap, gelap, bakteri,
tikus, rayap, atau
hantu kampungan itu
tidaklah mengganggu.
hanya tubuhku yang pecah
jadi semua itu
jadi loteng itu
yang mesti kau anggap perlu.
apa kau berani, duduk di situ
bersamaku bersama malam selalu?

ruang piramid ajaib ini
selalu menghisap
segala terang yang nyata di bawahnya
seperti kepalamu
menyedot semua yang di bawahnya.

jadi jangan berdiam di situ
termangu sebaja paku
atau mau kau ditelan lotengku?
atau mau kau bikin lotengmu
(dalam lotengku)?

2007

LAUT MATIKU

dia kotak segiempat biasa
tapi diisi, penuh, dan dibentuk
oleh segitiga.
lemari, rak buku kecil,
dan kasur tipis di lantai.
bila berada di tengahnya
atau tergolek di kasurnya
segitiga lekas menelan
membawamu kemana
ketiganya memiliki maksud:
lemari, buku, kasur.

lalu kita lupa akal alpa rasa
tubuh genap melenyap
segitiga membuka pintu
dimensi keempat kita melontar
berkelana, ke padang pasir bersalju
memerahu kali di pucukpucuk menara
menunggang singa berkepala ayahnya
atau menenggak susu dalam hatinya.

diri-keempat
membuat rumah baru di kelingkingnya
mencari istri di leleh benaknya
menemukan terang di gelap
menjadi gelap yang bercahaya
masuk-masyuk-merasuk
Aku mengamu
kamu meng-Aku.

hingga kesadaran menggangu
perasaan bernafsu
dan tubuh ditinju subuh.
lalu dapatkan dirimu
dengan selimut terbuka
dan mulut berliur
bagai usai diguncang samudera
tanpa tenggelam
tanpa tenggelam.

maka senanglah aku
lalu menyebutmu
penuh rindu
: laut matiku.



2007

TIDUR AKU TIDUR SELALU

: Jalâluddîn Walad

dalam lelap dalam gelap
dalam tidur tak dengkur
dunia tak lagi bumi
hidup menjelmamu, rûmî

saat yang mata
saat yang rasa
saat yang pikir
sirna.

aku meruang, memenuhi rûmî
meski ia tak nama, tak ada
meski aku lenyap, jadi ada
lelap tetap menyergap
dan gelap adalah cahaya.
yang tiada, pudar tanpa pendar.

cahaya tidurKu
melelapkan selalu.

2007
* terilham oleh “Tidur pada Dunia”, Jalâluddîn Rûmî, Masnawi I, 388.


IBLISLAH NAFSU

lalu menyalalah kucing malam
tubuhnya kapas matanya api
bagai lapar adam pada khuldi
atau hajat melulu syahwat.

dari senyum kau sembunyi
dari pundipundi tak bunyi
dari kantung mereka yang fakir
disergap mulutmu yang kikir.

dimana danau menggenang tenang
palungnya menghirup bukit hewanmu
tertinggal bayang cermin yang semu
di riak neraka anteng berenang.

bukan madat di dalam usus
atau pisau jantung abil tertembus
bukan syaitan merajalela
cuma nafsumu meringkik kuda
hajat sodoma di jubah caligula
menggugat tuhan menjelma faust

maka sergaplah kucing malam
sampai hatimu gilap menyala
hingga nafsu terhela melulu
hingga bersama sejuta jemu
aku berseru:
iblislah kamu.

2007

IBLISLAH KAMU

mana yang kau kantungi
sepulang ramadan pagi tadi,
sebutir kurma
atau sekantung karma?

kaukah yang menjempit
ususmu dengan rasa lapar?
atau mengentit rizki
mereka yang tak sadar?
kaukah yang mengunci
hatimu dari sirikdengki?
atau mencekik janin mungil
dari selangkangmu sendiri,
lalu bersama darah malaikat
kau arungkan ke deras kali?

syaitankah itu?
sutradara buruk drama tragik
manusia bertopeng heroik?

demi awliya dengan ruhnya
yang mulia,
tertawa dan berkata:
“syaitan sungguh tidak konyol
dan begitu tolol”.
tapi, demi nur-mu yang purba
itu semata dirimu
melulu kaki, kepala, tangan,
dan butha di hatimu.

sebab demi sulaiman yang raya
dan berbahasa tanpa bicara
syaitan adalah senyum rayu
wajah kilat kristal menawan
tingkah sopan dan kemayu
memintamu intim berkawan.

memilin pikirmu menjadi harta
mengolah gairahmu jadi wanita
memintal jarimu jadi senjata
memintamu segera lupa
memuja tuhan bukan yang Esa

bila telapakmu kini bergetar
jantungmu keras berdebar
dan pandangmu silau nanar
menerima dunia tak lagi bundar
dengan perut seribu lapar,
lalu mulutmu menganga
menelan dunia bagai angkasa
menobatmu sebagai penguasa
tuhan di sisiNya,

maka,
liriklah di pojok khalbu
di balik kelambu kelabu
durjana paling neraka
dengan jubah membara:
iblis yang tertawa
(juga,
nur-ku yang kecewa).

2007

0 comments:

Post a Comment